PASURUAN — Panggung gemerlap Miss Hijab Jawa Timur 2025 tak hanya menampilkan kecantikan dan kecerdasan, tetapi juga menyuarakan perjuangan. Salah satu suara itu datang dari Alawiyah Mahrus, santri sekaligus mahasiswi psikologi asal Pasuruan, yang berhasil meraih posisi Runner-Up 2 (Juara 3) di ajang tersebut.
Namun bagi Alawiyah, mahkota itu bukan puncak tujuan melainkan alat perjuangan. Ia hadir bukan hanya sebagai kontestan, tapi sebagai suara bagi mereka yang sering kali tenggelam dalam senyap: perempuan muda dengan luka batin yang tak terlihat.
Dibesarkan di lingkungan pesantren yang kental nilai-nilai religius, Alawiyah tumbuh dengan warisan keikhlasan, kedisiplinan, dan rasa cinta terhadap ilmu. Latar itu menempanya menjadi pribadi yang tak hanya peka sosial, tapi juga tegar dalam menghadapi tantangan zaman.
Kini, di balik senyum anggunnya dan hijab yang membingkai wajahnya, ada misi besar yang dibawanya: menormalisasi pembicaraan tentang kesehatan mental di kalangan perempuan dan remaja. Lewat komunitas Waras Muda yang ia dirikan semasa kuliah, Alawiyah aktif menggelar forum diskusi, pendampingan psikologis, dan edukasi tentang kesehatan jiwa.
“Hijab bukan sekadar kain penutup, tapi simbol kekuatan perempuan untuk bertahan dan melawan stigma,” ungkap Alawiyah usai malam grand final Miss Hijab Jatim 2025.
Berbekal ilmu psikologi dan empati yang tumbuh dari pengalaman mendampingi sesama santri dan mahasiswa, Alawiyah menyadari bahwa banyak perempuan memendam luka dalam diam. Tantangan sosial, tekanan keluarga, hingga standar kecantikan yang menyesakkan menjadi beban tak kasatmata.
Ia hadir untuk mematahkan tabu. Dalam setiap kampanye dan sesi edukasi, ia menekankan pentingnya ruang aman, narasi yang sehat, dan pendekatan penuh kasih dalam menghadapi masalah kejiwaan.
“Kita butuh lebih banyak pendengar, bukan penghakim,” tegasnya.
Keterlibatannya dalam Miss Hijab bukan tanpa makna. Ia melihat ajang ini sebagai platform strategis untuk menyatukan nilai-nilai Islam, potensi intelektual, dan keberpihakan sosial. Dengan gelar yang kini disandangnya, ia bertekad memperluas jangkauan gerakan yang telah dimulainya sejak bangku kuliah.
“Perempuan berhijab bukan simbol keterbatasan, tapi kekuatan. Kita bisa tampil di depan, berbicara lantang, dan tetap setia pada nilai,” ujarnya mantap.
Kisah Alawiyah Mahrus adalah bukti bahwa panggung tak melulu soal gemerlap. Ia menjadikannya mimbar untuk menyuarakan isu yang terlalu lama dibungkam. Dan dengan suaranya, ia menginspirasi ribuan perempuan muda untuk berdiri, sembuh, dan bangkit bersama.