SITUBONDO – Sebuah kerja sama usaha jaringan internet berbasis Wi-Fi antara dua warga Situbondo berakhir konflik dan berujung pada dugaan kerugian puluhan juta rupiah. Matrosi Sanjoko (Rosi), warga Dusun Secangan, Desa Tambak Ukir, Kecamatan Kendit, menyatakan akan melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum karena merasa telah dirugikan secara finansial.
Kerja sama ini melibatkan Rosi sebagai pemodal dan Hosnan alias Pak Rado, warga Dusun Krajan, Desa Balung, Kecamatan Balung, sebagai penyedia layanan. Sesuai kesepakatan awal, Rosi menanggung seluruh biaya pembelian perangkat jaringan serta ongkos teknisi, sementara Hosnan bertugas menyediakan bandwidth. Pembagian hasil usaha pun disepakati: 60 persen untuk Rosi dan 40 persen untuk Hosnan.
Namun, seiring berjalannya waktu, Rosi mengaku menemukan sejumlah kejanggalan. Ia menilai bahwa pemasangan jaringan tidak sesuai laporan. Selain itu, tarif pemasangan kabel dan sambungan (splesing) diduga mengalami mark-up. Ia juga mencurigai adanya ketidakterbukaan terkait pendapatan dari pelanggan.
“Pelanggan yang dilaporkan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Ongkos pemasangan kabel biasanya Rp500 ribu, tapi dilaporkan Rp600 ribu. Saya merasa sangat dirugikan,” ungkap Rosi. Minggu (11/05)
Rosi menyebut, usaha tersebut dihentikan pada Januari 2024 saat jumlah pelanggan mencapai 19 orang. Namun, tanpa sepengetahuannya, Hosnan disebut tetap menambah pelanggan hingga mencapai 30 orang, dengan tarif bulanan Rp130 ribu per pelanggan. Usaha itu berlangsung selama 17 bulan dan diduga menghasilkan keuntungan lebih dari Rp66 juta yang tidak dibagikan sesuai perjanjian awal.
Setelah mengetahui bahwa layanan internet yang digunakan adalah produk Indihome dan diduga ilegal, Rosi langsung memutus seluruh kabel jaringan. Ia juga mengaku akan membuat laporan resmi ke Polres Situbondo pada Senin mendatang.
Masalah ini semakin kompleks setelah diketahui bahwa jaringan Wi-Fi tersebut telah diperluas hingga ke Desa Kembangsari dan Desa Patemon. Dalam kegiatan usahanya, Hosnan bahkan diduga mencatut nama seorang polisi .
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya legalitas dan transparansi dalam usaha jaringan internet rumahan, terutama di wilayah pedesaan yang kini semakin ramai dengan layanan serupa. Masyarakat berharap aparat penegak hukum dapat segera turun tangan untuk menindaklanjuti laporan dan mencegah kerugian serupa terjadi di masa depan.